Senin, 29 September 2014

Waspadalah, Rupiah Jangan Sampai Anjlok Terus


Rupiah terus melemah (foto: saibumi.com)




Nilai tukar rupiah dalam transaksi antarbank di Jakarta, Senin sore (29/9) melemah 107 poin menjadi Rp12.155 dibandingkan posisi sebelumnya Rp12.048 per dolar AS. Penurunan rupiah ini sudah berlangsung sejak pekan lalu.

Kurs tengah Bank Indonesia pada hari Senin (29/9) mencatat mata uang rupiah bergerak melemah menjadi Rp12.120 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp12.007 per dolar AS.

Sejauh ini, faktor eksternal menjadi penyebab utama menurunnya rupiah terhadap dolar AS.  Produk domestik bruto (PDB) Amerika  pada kuartal kedua naik 4,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan PDB AS itu ditopang oleh kinerja ekspor dan investasi bisnis yang menjadi sinyal yang baik bagi perkonomian AS  beberapa bulan ke depan. Situasi tersebut  akan mendorong the Fed untuk menaikan suku bunga.

Ketegangan geopolitik kembali muncul di Timur Tengah dan Rusia sehingga instrumen mata uang safe haven seperti dolar AS kembali diuntungkan. Serangan udara AS terhadap kelompok ISIS dan rencana Rusia untuk membuat peraturan yang mengizinkan penyitaan aset asing, memicu pelepasan aset-aset di pasar keuangan berisiko.

Faktor dalam negeri juga berpengaruh terhadap rupiah. Saat ini investor masih menunggu rencana kebijakan pemerintah ke depan, termasuk kebijakan terkait dengan subsidi energi.

Bagaimanapun pelemahan rupiah ini perlu dipantau secara seksama. Seperti dikatakan
Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah, Jika  Bank Sentral Amerika diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuan. Ujungnya, bank sentral negara lain termasuk Bank Indonesia juga akan menaikkan sukubunga acuan untuk mencegah derasnya aliran modal keluar.

Kalau BI ikut menaikkan suku bunga acuan, maka dapat dipastikan pertumbuhan ekonomi tidak akan setinggi seperti asumsi makro dalam APBN 2015 yang disepakati sebesar 5,8 persen.

Meningkatnya sukubunga acuan membuat masyarakat melakukan penundaan konsumsi dan cenderung menempatkan dananya di bank. Sementara dari sisi perbankan, terdapat pilihan kebijakan di antaranya adalah mengurangi Net Interest Margin (NIM) atau menaikan suku bunga pinjaman, yang beresiko meningkatnya kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL).

Perekonomian nasional juga akan dihadapkan pada perlambatan ekonomi negara besar dunia seperti Tiongkok dan negara-negara Eropa. Sementara itu, trend pelemahan harga komoditas dunia serta instabilitas politik dan keamanan sejumlah kawasan juga akan mengganggu pemulihan ekonomi dunia.


Segala tantangan ini tidak boleh diremehkan. Semua pihak harus meningkatkan koordinasi, seperti pemerintah dalam hal ini kementerian ekonomi, Bank Indonesia, pengusaha dan pihak terkait lain untuk mencari solusi agar nilai rupiah tetap terjaga pada kurs yang tepat. Jangan sampai para spekulan memainkan aksinya akibat kelengahan kita, dan situasi akan berisiko memburuk. (dimuat di Jurnas 30 September 2014 halaman 2)