Selasa, 12 Mei 2015

Hari Konsumen: Jangan Mau Dijajah Asing



Hari Konsumen Nasional (Harkonas) 2015 diperingati di lapangan Monas, Selasa (12/5). Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel membagi-bagi gerobak bakso gratis kepada para pedagang bakso.

Tapi saya mau melihat dari sisi lain. Semoga Pak Menteri membaca tulisan ini.

Saya melihat sebuah gejala yang sebenarnya miris buat iklim perdagangan kita.

Saya beberapa kali berkunjung ke sebuah supermarket yang menjual peralatan rumah tangga di Bekasi serta Jakarta, dan ternyata harganya murah. Ini menyenangkan dari sisi konsumen.

Tapi apa yang saya lihat sangat memiriskan hati: hampir seluruh produknya buatan China.

Dengan kata lain, supermarket ini menjadi kepanjangan China di Indonesia dalam jalur distribusi. Dengan jumlah cabang yang begitu banyak, maka sangat deras dan lancar produk buatan China mengaliri Indonesia.

Kadang barang sederhana, seperti tempat lampu minyak  dari bambu, itu pun buatan China. Barang kerajinan yang orang Indonesia bisa bikin dengan mudah juga ternyata didatangkan dari China.

Sebagai konsekuensi perdagangan bebas China-Indonesia, kondisi itu wajar. Tapi apakah ada timbal baliknya buat produk Indonesia yang dijual di China? Apakah Indonesia sudah memiliki rantai distribusi yang menjual hampir 100 persen produk Indonesia di daratan China? Misalnya ada supermarket yang berjualan produk Indonesia seantero China. Kalau tidak ada, Indonesia akan "dijajah" produk China.

China terus mampu ekspor hingga surplus melonjak. Sebuah berita BBC, menyebutkan eskspor naik 48,3% dalam setahun (per Februari 2015) menjadi US$169,2 miliar, dan impor turun seperlimanya menjadi US$108,6 miliar.

Saya yakin, salah satunya ladang penjualan produk China adalah  Indonesia.

Sebagai gambaran, Badan Pusat Statistik pada Maret 2015 menyatakan impor non migas terbesar Indonesia pada Februari 2015 berasal dari China dengan nilai US$ 2,51 miliar. Demikian dikemukakan Suryamin, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Senin (16/3/2015).

Tapi, ekspor non migas Indonesia pada Februari 2015 yang terbesar justru  ke Amerika Serikat sebesar US$ 1,19 miliar.

Setelah AS, adalah ke Jepang (US$ 1,13 miliar), India (US$ 0,96 miliar). Kontribusi 3 negara ini terhadap ekspor non migas pada Februari mencapai 31,53%.

Ya begitulah, ironi sekali. Padahal ekonomi kerakyatan Indonesia harus dibangun dengan kekuatan diri sendiri. Kalau kita gemar memakai produk China, buatan Indonesia siapa yang pakai.

Pada akhirnya harus ada langkah nyata agar produk Indonesia disukai konsumen sendiri. Pemerintah harus dukung produsen Indonesia, dari ketersediaan bahan baku, energi, keuangan, teknologi, dan pasar. Jangan dibiarkan produsen Indonesia bertempur sendiri. Itulah gunan Menteri, atau pemerintah yang berdiri membela rakyat.

Perdagangan bebas bukan berarti Indonesia tidak bisa menghambat produk China. Bukan untuk memblok produk China tapi mengatur agar ada timbal balik yang setara.

Ketentuan perdagangan bebas menbutkan tarif tak bisa menjadi penghambat, tapi syarat non tarif seperti pengaturan distribusi dan kualifikasi produk bisa diterapkan. Cara itu juga sering dipakai negara lain terhadap produk Indonesia.

Di sini masalahnya adalah  pada  ada atau tidak pemihakan serius terhadap produk dalam negeri sendiri. Sudah selayaknya, pemimpin negara harus berpihak kepada kepentingan nasional. (opini pribadi).