Kedelai, tempe dan tahu |
Ribut-ribut soal kedelai,
banyak orang yang berteriak. Ibu rumah tangga berteriak karena harga tahu dan
tempe naik hingga 25 persen. Semula tempe dan tahu adalah makanan berprotein
yang murah, eh.. lama-lama ngelunjak (alias naik).
Mau beralih ke protein
hewani seperti daging sapi, harganya malah lebih parah hingga pernah mencapai
di atas Rp150 ribu per kilo. Daging
ayam, telor, dan ikan pun tak murah. Tempe dan tahu adalah andalan protein keluarga
Indonesia. Dalam 100 gram tempe mengandung 201 kilo kalori energi, 20,8 gram
protein, 8,8 gram lemak, 13,5 gram karbohidrat dan 1,4 gram serat.
Bukti bahwa orang Indonesia
doyan tempe dan tahu terlihat dari
konsumsi kedelai yang naik terus. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tahun
2012, total kebutuhan kedelai nasional mencapai 2,2 juta ton. Sebanyak 83,7 persen diantaranya untuk pangan, terutama
tahu-tempe. Kebutuhan industri Kecap, Tauco, dan lainnya hanya 14,7 persen dan
benih 1,2 persen.
BPS memperkirakan produksi
kedelai dalam negeri akan mencapai
847,16 ribu ton biji kering untuk tahun 2013. Angka ini naik 0,47 persen dibandingkan data
produksi kedelai 2012 sebesar 843,15 ribu ton.
Namun, jumlah produksi kedelai ini masih jauh lebih rendah dari
kebutuhan kedelai yang mencapai lebih 2,2 juta ton. Lagi-lagi, Indonesia harus
impor. Dari data itu terlihat sungguh
ironis, makanan kesukaan orang Indonesia itu justru dipasok dari luar negeri.
Tingginya konsumsi membuat industri
tahu tempe menjadi andalan banyak tenaga kerja.
Ketua Umum Gabungan Koperasi
Tahu/Tempe Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mencatat di seluruh Indonesia
ada 114.575 perajin dengan tenaga kerja 1,5 juta orang. Akibat kenaikan harga
tempe, banyak perajin yang menghentikan usahanya. Sebanyak 10 persen yang sudah menghentikan produksinya. Sekitar 300.000
pekerja dirumahkan.
Amerika sangat senang dengan
kegemaran orang Indonesia makan tahu tempe. Maklum Amerika produsen kedelai
terbesar di dunia. Amerika Serikat merupakan negara pengekspor terbesar ke
Indonesia.
Pada 2012, kebutuhan kedelai
nasional 2,2 juta ton. Impor kedelai terbesar dari Amerika Serikat dengan
jumlah 1.847.900 ton pada 2011. Impor dari Malaysia 120.074 ton, Argentina
73.037 ton, Uruguay 16.825 ton, dan Brasil 13.550 ton.
Tahun lalu terjadi anomali
cuaca di Amerika Serikat dan Amerika Selatan yang menyebabkan pasokan kedelai turun
dan harganya melonjak. Harga kedelai internasional pada minggu ke-3 Juli 2012
mencapai US$622 per ton atau Rp8.345 per kilogram untuk harga impor di dalam
negeri.
Harga ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga tertinggi pada 2011, yaitu bulan Februari sekitar US$513 per ton atau harga paritas impor di dalam negeri sekitar Rp 6.536 per kg.
Harga ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga tertinggi pada 2011, yaitu bulan Februari sekitar US$513 per ton atau harga paritas impor di dalam negeri sekitar Rp 6.536 per kg.
Meski kedelai naik, pedagang
tak ingin kehilangan konsumen. Bagi pengusaha jauh lebih baik mendapat
keuntungan kecil dibandingkan kehilangan pelanggan. Untuk mencegah kerugian,
pedagang mengecilkan bentuk tempe atau tahu. Sehingga konsumen masih bisa beli
tahu atau tempe meski ukurannya mengkeret alias mengecil.
Ketergantungan kepada impor
menimbulkan risiko harga di dalam negeri berfluktuasi. Pertama, soal kenaikan
harga kedelai di Amerika. Kedua, turunnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika.
Masalah pasokan kedelai tidak ada masalah, tetapi harga memang naik dari produsen.
Menentukan harga kedelai
yang pas juga dilematis. Harga yang terlalu rendah akan menyebabkan para petani
di Indonesia tidak berminat menanam kedelai. Akibatnya pasokan dari dalam
negeri terancam menyusut. Impor akan membesar karena dirasa lebih menguntungkan
karena harga yang relative murah.
Di sisi lain, jika harga
kedelai naik, konsumen tahu tempe yang keberatan. Petani kedelai tentu
diuntungkan karena pendapatan mereka lebih besar. Menjaga keseimbangan antara
kepentingan konsumen dan petani perlu dicarikan rumusan yang tepat.
Pada prinsipnya, dari sisi
ketahanan pangan, jauh lebih baik jika mayoritas kedelai dipasok dari dalam
negeri. Langkah menuju swasembada kedelai harus diteruskan. Rakyat Indonesia
suatu saat akan bisa menerima harga kedelai mahal asalkan itu hasil jerih payah
petani sendiri. Petani kedelai makmur, konsumen pun senang.
Para pedagang perlu memahami
tentang hubungan antara harga kedelai dengan kegairahan petani menanam kedelai.
Pedagang tidak bisa terus menerus menekan harga kedelai dengan mengabaikan
hukum ekonomi. Harus ada penyesuaian antara kepentingan konsumen, pedagang dan
petani. Berbagai kementerian musti merumuskan masalah ini dalam perspektif
jangka panjang menuju swasembada kedelai yang menguntungkan petani dan konsumen
sekaligus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar